Wisata Gumuk Gong (Watu Gong) Desa Rambipuji
Dengan pemandangan yang indah dan arena bermain anak dan juga kuliner tempat ini sangat strategis untuk di jadikan wisata dikala mengisi waktu libur bersama keluarga. nama wisata ini adalah Wisata Gumuk Gong Rambipuji.dalam suatu penelitian atas prasasti yang ditemukan di Kaliputih Rambipuji tersebut, arkeolog Dr. W.F. Stutterheim berasumsi bahwa Prasasti Batu Gong Rambipuji merupakan prasasti tertua di Jawa Timur yang diperkirakan pada abad VI Masehi.
Kemudian berdasarkan cerita tutur, konon keberadaan prasasti tersebut pada awalnya berada di bukit kecil (gumuk) yang menjadi areal tanaman jati di sebelah barat jalan raya jurusan Balung–Kasiyan-Puger-Kencong dan Kecamatan Lumajang.
Dahulu sekitar tahun 1968 organisasi massa KAMI dan KAPPI Jember pada saat ramainya demonstrasi menentang G 30 S/PKI dan anasirnya, secara bersama-sama melengserkan Prasasti Batu Gong dari atas bukit dan menggulingkannya sehingga berubah posisi agak ke bawah.
Kemudian massa mengubur batu prasasti itu agar tidak tampak lagi. Digulingkan dan dipendamnya Prasasti Batu Gong dengan maksud agar tidak terjadi pemujaan atau kultus ritual berlebihan yang mengarah pada kemusyrikan (menyekutukan Tuhan), di mana saat itu sentimen SARA begitu gampang tersulut.
Selain itu berkembang juga cerita mitos di balik misteri Prasasti Batu Gong berasal dari beberapa orang sesepuh yang tinggal di sekitar wilayah Jatian Dusun Kaliputih.
Di kala Prasasti Batu Gong masih berada di atas bukit, pada setiap hari Kamis Kliwon dan malam Jum’at Legi seringkali terdengar bunyi gong atau bende yang dipukul berulang-ulang. Sehingga kemudian Batu Gong menjadi tempat pemujaan oleh orang-orang tertentu.
Tidak heran kalau terkadang ditemukan upo rampe atau sesaji yang diletakkan di sana sebagai praktek pemujaan.
Batu ini terbuat dari bahan batu kali (andesit) yang keras dan didapatkan di daerah itu.
Meskipun prasasti berarti “pujian”, tidak semua prasasti mengandung puji-pujian (kepada raja). Karena sebagian besar prasasti diketahui memuat keputusan mengenai penetapan sebuah desa atau daerah menjadi sima atau daerah perdikan. Sima adalah tanah yang diberikan oleh raja atau penguasa kepada masyarakat yang dianggap berjasa. Karena itu keberadaan tanah sima dilindungi oleh kerajaan kala itu.
Pada awalnya keberadaan prasasti ini di bukit kecil di sebelah barat jalan raya, kemudian untuk mendapatkan bentuk asli dari batu ini maka kemudian digali dengan kedalaman lebih dari satu meter pada sekeliling batu.
Prasasti batu gong pada awalnya berada di atas bukit, namun terjadi erosi batu ini longsor ke bawah dan terpendam. Untuk menampakkannya maka tanah di sekitarnya digali dengan kedalaman satu meter. Bentuk batu ini hampir segi empat dan bagian atas terdapat tonjolan berbentuk bulat. Pada satu sisi hidungnya terdapat sebuah tulisan beraksara “Pallawa “ dengan bahasa Sansekerta. Tulisan ini pernah di baca oleh W.F. Stutterheim di dalam artikel berjudul “ Oudeidkundige Aantekeningen “, BKI 95. Tulisan ini berbunyi “ Parvteswara “ yang berarti Dewa Gunung dan diperkirakan abad ke 7 dan 8 masehi.
Lokasi Batu Gong Terbaru. Doc Bayu
Pada bulan Desember 1933 Dr. W.F. Stutterheim, seorang arkeolog yang banyak melakukan penelitian arkeologi di Indonesia, melakukan sigi tentang kekunoan (oudheidkundig) di lokasi Prasasti Batu Gong ini dan berhasil membaca aksara di Prasasti Batu Gong ini.
Banyak Tabir Historis Belum Terpecahkan
Keberadaan prasasti Batu Gong di Rambipuji ini sepintas biasa saja. Kendati begitu, ada banyak misteri yang hingga hari belum banyak terungkap. Menurut Zainollah, ada sejumlah arkeolog yang mencoba mendalami prasasti tersebut. Mulai dari William Frederick Stutterheim asal Belanda pada tahun 1993 silam yang berhasil membaca ukiran di batu tulis tersebut dan dituangkan dalam tulisannya yakni Oundheidkondige Aanteekeningen No XLVI sub judul de Oudste Insceriptie Van Oost Java. Lalu, dilanjutkan Sukarto Karto Atmojo, sejarawan Universitas Gajah Mada (UGM) yang menyebutkan Jember sebagai kawasan yang suci atau sakral (Topographia Sacra), dan Batu Gong adalah peninggalan bersejarah era Neolitikum atau batu muda. “Hal ini juga dibuktikan karena di bagian samping ada sebaris tulisan Pallawa yang diperkirakan keyakinan Hindu aliran Ciwa,” beber Zainollah.
Lebih jauh, kata Zainollah, kajian yang dilakukan WF Stutterheim itu mengasumsikan Batu Gong adalah peninggalan tertua di Jawa Timur era abad 6 Masehi, atau era sebelum Majapahit lahir. Selain itu, ada penelitian yang dilakukan Himansu Bhusan Sarkar, arkeolog asal India era 1980, yang menyebutkan Batu Gong berasal dari abad ke-5 Masehi, atau sezaman dengan Prasasti Tarumanegara di Jawa Barat. Sebab, tipe tulisan mirip dari segi paleografi atau bentuk aksara kuno. Penelitian itu menunjukkan bahwa pada abad ke-7 Masehi, di sekitar batu itu sudah ada permukiman (settlement) ramai. Bahkan diduga juga ada sistem pemerintahan setingkat desa. “Ditengarai, sebuah masyarakat Hindu sudah lahir di Dusun Kaliputih, Rambipuji, dan nama tempat pemujaan atau pujian pada para dewa, sehubungan dengan prasasti tersebut,” jelas Zainollah.
Menurut dia, jika keberadaan awal prasasti itu ada di atas bukit yang berjarak 100 meter dari Sungai Dinoyo Rambipuji, maka itu sejalan dengan tempat pemujaan Dewa Ciwa yang berada di ketinggian. Keterangan Zainollah itu juga dikuatkan dengan sejarawan Soepomo (1988) yang menyebutkan bahwa proses pemujaan dilakukan di gunung, bukit, atau tempat ketinggian. Hanya, yang dipuja bukan dewa-dewa, tapi roh nenek moyang yang menjadi penguasa di gunung atau tempat tertinggi. “Ini sama seperti Sri Rajasanegara yang rutin memuja Hyang Acalapati (Dewa Gunung) di Candi Palah dan Candi Panataran tiap bulan keempat (Kartika),” jelasnya.
Misteri Prasasti Batu Gong Di Rambipuji Jember
Beribu-ribu orang yang lewat, baik pengendara motor, sepeda maupun pejalan kaki serta puluhan pedagang di kanan dan kiri jalan, di sekitar lokasi tempat Batu Gong setiap harinya beraktifitas dan mengais rejeki.
Namun hanya sedikit di antara mereka yang mengetahui bahwa batu yang tergeletak di sebelah timur bukit kecil jalan raya menuju Puger-Kencong Kaliputih Rambipuji Jember itu adalah prasasti. Lokasi tempat Batu Gong dikenal sebagai nama Jatian yang juga terletak dipersimpangan jalan Propinsi Jember-Lumajang, berada di areal tanaman jati milik Perhutani.
Terletak di Dusun Kaliputih Desa Rambipuji Kecamatan Rambipuji Kabupaten Jember. Dari Jembatan Kaliputih berjarak kurang lebih sekitar 200 meter ke arah selatan.
Riwayat yang berkembang, awal posisi Batu Gong berada di bukit areal tanaman jati sebelah barat jalan yang mengarah ke Puger. Pada tahun 1966 saat maraknya gerakan KAMI dan KAPPI menumpas G 30 S PKI secara bersama-sama Batu Gong di atas bukit digulingkan sehingga berada pada posisi saat ini. Digulingkannya Batu Gong dengan harapan agar tidak terjadi ritual yang mengarah ke kemusyrikan.
Tersembunyi misteri dibalik keberadaan Batu Gong. Tersiar kabar, dari beberapa orang tua di sekitar wilayah jatian, saat Batu Gong berada di atas bukit setiap hari Kamis Kliwon malam Jum’at Legi seringkali terdengar bunyi gong dipukul berkali-kali. Sehingga Batu Gong menjadi sasaran tempat ritual oleh kalangan tertentu sampai sekarang.
Batu Gong tidak berbentuk bulat, serta tidak berbentuk kotak, di satu sisi terdapat tonjolan sehingga membentuk seperti gong. Batu ini terbuat dari bahan andesit yang alami. Batu Gong merupakan salah satu asset benda Cagar Budaya yang dimiliki Kabupaten Jember yang berada di areal Perhutani. Identifikasi dan pemeliharaan cagar budaya ini menjadi tanggung jawab dari Pemerintah Kabupaten Jember.
Semula batu ini berada di bukit, untuk menampakkan bentuk batu maka digali dengan kedalaman satu meter lebih di sekeliling batu. Panjang sekitar 218 centimeter, sedangkan lebarnya kurang lebih 180 centimeter. Tonjolan yang menyerupai gong kurang lebih 20 centimeter dengan diameter antara 60 sampai 65 centimeter. Tonjolan ini mengingatkan kita kepada bentuk tumpeng dengan gunungannya yang sudah dipotong.
Di salah satu sisi batu terdapat aksara yang terdiri dari lima huruf. Aksara ini tergolong dalam aksara Pallawa dengan bahasa Sansekerta. Pada Desember 1933 Dr. W. F. Stutterheim, arkeolog Belanda, melakukan penelitian tentang kekunoan (oudheidkundig) di lokasi Batu Gong ini dan berhasil membaca aksara di Batu Gong ini.
Aksara ini berbunyi “PARVVATESWARA” yang bermakna “DEWA GUNUNG”. Diakui beraliran Shiwa, Stuterheim menduga tonjolan di batu gong sebagai Lingga. Kajian arkeologis dan perbandingan aksara yang dilakukan Stutterheim menyatakan keberadaan batu gong berasal dari masa sebelum Majapahit ada. Asal zaman keberadaan Batu Gong lebih tua dari dinasti Majapahit.
Aksara yang terdapat di Batu Gong mempunyai kesamaan dengan Prasasti Dinaja yang berasal dari Abad ke-8 Masehi. Hurufnya tidak berbeda dengan Prasasti Sanjaya yang berasal dari tahun 732 Masehi. Prasasti Batu Gong Jatian-Rambipuji mempunyai kelas yang sama dengan Prasasti Punawarman di Jawa Barat dan Mulawarman di Kalimantan. Juga tidak berbeda dengan Prasasti Toek Mas di Jawa Tengah yang berasal sekitar tahun 650 Masehi.
Dengan keterangan di atas, Prasasti Batu Gong Jatian-Rambipuji diperkirakan berasal dari antara tahun 650-732 Masehi. Sehingga tepat dikatakan berasal dari antara abad ke-7 Masehi dan 8 Masehi. Batu Gong ini berasal dari masa Hindu dengan aliran Siwa. Tonjolan dalam batu itu, oleh Stutterheim, diperkirakan sisa kerucut yang awal adalah Lingga yang dipotong seperti memotong tumpeng.Keterangan siapa yang membikin atau meletakkan batu tersebut di lokasi ini masih menjadi misteri. Belum ada keterangan yang mendalam tentang asal-usul batu gong ini.